:: telepon 0351 868386   [email protected]
Info Sekolah
Kamis, 21 Nov 2024
  • ” Terwujudnya Lembaga Pendidikan Kejuruan yang bertaqwa kepada Tuhan YME, santun dalam bersikap, unggul dalam prestasi, terampil dalam berkarya, serta berbudaya lingkungan “

Bonus Demografi Sebagai Tantangan Pendidikan Vokasi

Selasa, 3 November 2020 Oleh : Admin Website

 

Pada 2040 Indonesia diprediksi memiliki 195 juta penduduk usia produktif, dan 60 persen penduduk usia muda pada 2045 yang harus dikelola. Bila tidak, bonus demografi justru akan mengundang masalah saat memasuki Indonesia Emas, 100 tahun kemerdekaan.

Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9/2016, Presiden Joko Widodo menegaskan perlunya revitalisasi sekolah kejuruan untuk meningkatkan kualitas SDM. Inpres tersebut menugaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat peta jalan pengembangan SMK, Sekolah Menengah Kejuruan.

Lewat program ini, Kemendikbud bertugas menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai pengguna lulusan (link and match), dalam hal ini menghasilkan lulusan SMK sesuai standar dunia usaha dunia industri (DUDI).

Selain itu, Kemendikbud harus bisa meningkatkan jumlah dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah; serta meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.

Saat ini pemerintah sedang melakukan yang mencakup pengembangan SMK 4 tahun yang memiliki nama kompetensi dan standar kompetensi lulusan (SKL) yang berbeda dengan SMK 3 tahun.

Perhatian khusus pada SMK, karena sekolah kejuruan ini seharusnya menghasilkan sumber daya manusia siap pakai dalam industri. Namun faktanya, lulusan SMK sejauh ini masih jadi salah satu penyumbang pengangguran terbuka.

Berdasarkan status pendidikan, Badan Pusat Statistik (BPS) pernah melaporkan penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2017 masih didominasi penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu SMP ke bawah sebanyak 75,21 juta orang atau 60,39%. Penyerapan lulusan SMA sederajat mencapai 34,06 juta orang.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk kelompok berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan paling tinggi di antara lulusan pendidikan lain, mencapai 9,27 persen. Catatan ini disusul Sekolah Menengah Atas (7,03 persen) serta diploma I/II/II 6,35 persen.

Lantaran warga berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja, tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan SD hanya mencapai 3,54 persen, atau paling kecil dibandingkan lulusan lainnya. Angka TPT untuk lulusan SMK  sudah lebih baik dibanding lima tahun lalu. Saat itu, lulusan SMK yang menjadi TPT mencapai dua digit, 12 persen lebih.

Perbaikan kualitas penduduk bekerja, terbukti meningkatkan penduduk bekerja berpendidikan tinggi. Menurutnya, persentase penduduk bekerja berpendidikan tinggi meningkat dari 11,34% menjadi 12,26% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Kemendikbud mengupayakan rasio guru produktif menjadi 60 persen dan guru adaptif normatif menjadi 40 persen. Pencapaian rasio tersebut dilakukan dengan cara merekrut tenaga pengajar dari dunia industri. Para guru pun akan diundang ke industri guna memahami perkembangan terkini, sehingga yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan saat ini. Kemendikbud juga telah menetapkan enam Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) dan satu Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LP3TK) sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 2 atau LSP-P2 yang kehadiran LSP-P2 dapat memecahkan masalah kekurangan guru, dan tenaga pengajar bagi siswa SMK, terutama yang berasal dari lingkungan industri.

P4TK bisa memberikan sertifikat kepada para pegawai dari dunia industri yang ingin mengajar di SMK. Sebagai perpanjangan tangan BNSP, P4TK selama ini berfungsi memberikan sertifikasi keterampilan dan kompetensi para guru SMK.

Tulisan Lainnya

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

Silahkan masuk untuk bisa menulis komentar.