:: telepon 0351 868386   [email protected]
Info Sekolah
Selasa, 03 Des 2024
  • ” Terwujudnya Lembaga Pendidikan Kejuruan yang bertaqwa kepada Tuhan YME, santun dalam bersikap, unggul dalam prestasi, terampil dalam berkarya, serta berbudaya lingkungan “

Menciptakan Budaya Positif di Sekolah: Mengintegrasikan Konsep-Konsep Inti

Rabu, 4 Oktober 2023 Oleh : Admin Website

Pendidikan adalah salah satu faktor kunci dalam membentuk masa depan masyarakat. Oleh karena itu, menciptakan budaya positif di sekolah menjadi hal yang sangat penting. Budaya sekolah yang positif memungkinkan siswa untuk tumbuh, berkembang, dan mencapai potensi mereka sepenuhnya. Dalam upaya untuk mencapai ini, ada beberapa konsep inti yang dapat diterapkan, termasuk disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, dan segitiga restitusi.

  1. Disiplin Positif

Disiplin positif adalah pendekatan yang menekankan pengajaran siswa tentang perilaku yang diharapkan daripada hanya menghukum mereka atas perilaku yang tidak diinginkan. Ini melibatkan pembentukan aturan yang jelas dan ekspektasi, serta memberikan pemahaman mengapa aturan tersebut penting. Dalam budaya sekolah yang positif, pendekatan ini membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan siswa, daripada mengintimidasi atau menghukum mereka.

  1. Motivasi Perilaku Manusia (Hukuman dan Penghargaan)

Manusia secara alami termotivasi oleh hukuman dan penghargaan. Namun, dalam budaya sekolah yang positif, fokusnya lebih pada pemberian penghargaan daripada hukuman. Ini bukan berarti tidak ada konsekuensi untuk perilaku yang tidak sesuai, tetapi lebih menekankan pada pengakuan dan penguatan perilaku yang positif. Penghargaan seperti pujian, pengakuan, atau sertifikat prestasi dapat memotivasi siswa untuk terus berusaha.

  1. Posisi Kontrol Restitusi

Pendekatan ini memahami bahwa ketika peserta didik melakukan kesalahan, mereka seharusnya tidak hanya dihukum sebagai tindakan pendisiplinan, tetapi juga harus memahami dampak dari tindakan mereka. Posisi kontrol restitusi melibatkan peserta didik dalam proses memperbaiki kerusakan yang telah mereka sebabkan, baik kepada orang lain maupun kepada komunitas sekolah. Ini mengajarkan tanggung jawab dan empati.

  1. Keyakinan Sekolah/Kelas

Keyakinan bahwa setiap peserta didik memiliki potensi untuk berhasil adalah kunci dalam menciptakan budaya positif. Guru dan staf sekolah harus yakin bahwa setiap peserta didik dapat tumbuh dan belajar, meskipun pada tingkat yang berbeda. Ini memotivasi guru untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh setiap peserta didik, terlepas dari latar belakang atau kemampuan mereka.

  1. Segitiga Restitusi

Segitiga restitusi adalah konsep yang mempertimbangkan tiga elemen utama dalam mengatasi perilaku yang tidak sesuai: siswa yang melanggar aturan, korban, dan komunitas sekolah. Pendekatan ini mencari cara untuk mengembalikan keseimbangan dan merestitusikan semua pihak yang terlibat. Ini membantu dalam membangun hubungan positif dan mengatasi konflik dengan cara yang mendidik.

Dengan menerapkan konsep-konsep inti ini, sekolah dapat menciptakan budaya yang mendukung pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan siswa. Ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek dalam mengelola perilaku siswa, tetapi juga membantu mereka menjadi individu yang lebih baik dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Menciptakan budaya sekolah yang positif adalah investasi dalam masa depan yang lebih baik untuk semua orang.

Banyak nilai juga yang perlu dikembangkan dalam guru penggerak agar kita dapat menciptakan budaya positif peserta didik yaitu dengan menerapkan konsep-konsep sebagai berikut.

  1. Berpihak pada Murid, Guru dapat mengenali keunikan masing-masing siswa, yang telah membantu guru merancang pembelajaran yang lebih relevan dan menyenangkan.
  2. Inovatif, guru telah mengintegrasikan teknologi dalam kelas untuk membuat pembelajaran lebih interaktif dan menarik. Inovasi ini membantu peserta didik untuk lebih terlibat dan memahami konsep dengan lebih baik.
  3. Kolaboratif, Guru mendukung kerja sama antara siswa, baik dalam proyek kelompok maupun aktivitas kelas lainnya. Melalui kolaborasi, peserta didik belajar untuk mendengarkan, berbagi ide, dan menghargai perbedaan pendapat. Ini membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk kehidupan nyata.
  4. Reflektif, Guru selalu mendorong siswa untuk merenungkan pembelajaran mereka, baik individu maupun kelompok. Dengan merenungkan pengalaman pembelajaran, siswa dapat memahami kelebihan dan kelemahan mereka, sehingga mereka dapat terus meningkatkan diri. Guru juga menerapkan refleksi dalam praktik mengajar saya sendiri untuk terus berkembang sebagai pendidik.
  5. Mandiri, Guru berusaha untuk memberi siswa keterampilan yang mereka butuhkan untuk belajar secara mandiri dan mengatasi tantangan. Ini melibatkan memberi mereka tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri dan memberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam proyek-proyek yang mereka minati.

 

Red. khusnul

Tulisan Lainnya